Jumat, 08 Juni 2012

perempuan gunung


Ternyata lima tahun itu bukanlah waktu yang lama, tak banayak yang berubah dari pantai ini, masih saja seperti dulu, bahkan pondok pondoknya tak ada yang berbeda, lima tahun? Sesebentar itu kah?  Sebenarnya aku sudah enggan berkujnjung ke pantai karena ombak akan membawa kisah itu kembali padaku, kisah yang menimbulkan penyesalan padaku. Penyesalan kenapa harus mengenal dia, dia yang sudah tak lagi ingin ku kenal  karena tidak sesuai dengan keinginanku. Menyebut namanya pun aku sudah enggan, setelah kejadian itu ku panggil dia dengan sebutan perempuan gunung, karena itu sudah cukup bisa membawa imajinasi ku membayangkan sosoknya, sosok yang tak begitu enak di pandang mata.
Masih lekat di benak ku kala itu, ketika perempuan gunung ingin mengunjungi pantai yang tak jauh dari tempat tinggalku, tentu saja semua itu ku sambut dengan hati berbunga, karena setelah enam bulan menjalin hubungan special dengannya belum sekalipun kami kopdar alias kopi darat, dunia maya lah yang menjodohkan kami. Wajah cantik di foto profilnya kala itu begitu membiusku, tambah lagi otak encernya yang di mataku mempunyai nilai plus tersendiri, jam 11, aku masih belum bangun karena semalam aku begadang sampai pagi, komunitas balap ku sedang merayakan ulang tahun, jadi sedikit ada pesta dan minum minumnya. Papaku yang berada di ruang keluarga membangunkanku mungkin papa  terganggu dengan ringtone selulerku, ternyata salwa yang berusaha menelpon, segera aku bangkit dari tidur dan bersiap siap. Aku baru ingat kalau hari ini salwa akan kesini.
Tak perlu banyak waktu untuk bersiap siap, segera ku luncurkan mobil ku ke arah laut,
“dimana sayang?” ucapku tergesa
“aku di bibir pantai, kamu dimana? Jangan lama lama ya” suara salwa membuatku meningkatkan kecepatan mobilku.
Tak lama ku cari cari perempuan dengan jilbab dan baju berwarna ungu, tak ku temukan, sampai seseorang mendekatiku
“dafa ya? Ucap perempuan itu dengan senyumannya
“salwa? Aku menyakinkan
“iya ini salwa sayang” ucapnya dengan senyuman yang tak indah untuk ku lihat, sekuat tenaga ku berusaha untuk bersikap wajar padanya. Ku buka kan pintu mobilku untuknya, bertambah saja jengkelku karena salwa masuk ke mobilku dengan sangat canggung, aku mengumpat dalam hati.
Di perjalanan kami lebih banyak diam, aku mengutuk dalam hati, salwa tak seperti yang ku bayangkan, bagaimana di mobilku ada seorang perempuan bertumbuh gempal dan pendek dan itu adalah pacarku. Aku menyesali semua ini. Mulai ku putar akal untuk segera meninggalkan salwa tampa harus melukainya, dalam kedaan kalut, handphone seluler ku berbunyi, dan telfon dari kakak ku yang menyuruh untuk segera pulang
“yank, ma’af ya, sebentar ini kakak ku telfon dan menyuruhku kembali ke rumah” aku bicara sepelan mungkin
Lama salwa tak menjawabku, dia hanya terdiam
“kalau gitu sebelum kamu pulang, antar aku ke pantai lagi” ucap salwa bergetar, aku tau ada kecewa di dalam getar suaranya
“Ma’afin aku ya yank” ucapku tampa rasa bersalah sedikitpun.
                                   
                                    ************************//**********************
Aku benci dafa, aku telah jauh jauh datang menemuinya tapi dia benar benar tak menghargai sedikitpun usahaku, telah ku lakukan hal hal sempurna, masih ku ingta tatapan mata kecewa di matanya, mungkin aku bukan seperti yang di harapkannya, aku sadar itu, dafa adalah laki laki yang hidup bebas di kota, sedangkan aku bertempat tinggal di gunung, dafa bergaul dengan orang orang yang berkelas, sedankan aku? Aku hanya gadis yang tak menarik, berpostur pendek dan gempal. Haruskah ku putuskan saja dafa, tapi aku terlanjur sayang padanya. Salwa akgir nya terlelap dengan air mata mengenangi pipinya.
 Semenjak saat itu hubungan dafa dan salwa menjadi semakin renggang, tak ada lagi telfon di pagi hari, pesan pesan singkatpun tak ada, sampai suatu hari ketika, salwa sedang di sibukkan di organisasinya, si tosca merengek di kantongnya, tertera nama dafa sebagai sender pesan tersebut, salwa tersenyum teringat kerinduan itu akan segera terobati, segera di bukanya
sal, ada seseorang yang menyukaiku, bagaimana ini?
Salwa yang sudah terlanjur berbunga kembali tertutupi awan mendung
Terserah kamu aja yank, apa kamu juga suka padanya?
Salwa berusaha menahan emosinya, bukan kah sekarang dia sedang memimpin rapat organisasi di kampusnya
Gimana ya? Dia baik banget sama aku .
Pernyataan dafa benar benar menyayat hati salwa, sebenarnya salwa sudah memprediksi semua akan berakhir secepat mungkin, karena dafa tak menyukainya.
Kamu terima aja kalau gitu
“rapat kita cukupkan, besok akan kita lanjutkan” salwa segera menutup rapat, tak mungkin baginya untuk mengambil keputusan ketika tengah galau seperti ini.
Aku ngak mau duain kamu sal
Kalau gitu, kita putus aja
Dengan pandangan kabur di tutupi air mata, salwa menekan tombol ok
Ma’afin aku sal
Cuma kata itu yang menjadi kata terakhir untuk kisah panjang mereka

                                    **********************88****************
Perpisahan mereka merupakan luka yang mendalam bagi salwa, namun ini merupan luka yang harus di syukurinya, karena berbekal luka itu, salwa yang piawai meragkai kata, meramu semua perasaan dan air matanya dalam puisi puisi dan sebuah novel. Tak perlu waktu yang lama, kumpulan puisi dan novelnya terbit dan meledak di pasaran. Begitulah salwa, lukanya merupakan sumber rezki baginya. Selama ini salwa sudah tak lagi tau bagaimana dengan dafa, setelah mereka putus, salwa memutuskan hubungan dengan dafa, di dunia maya juga di dunia nyata. Dan itu adalah lima tahun yang lalu.
            *********************************88*************

Sebenarnya aku begitu segan memenuhi permintaan salwa, setelah lima tahun kenapa dia ingin bertemu lagi denganku. Tadi pagi aku bertengkar hebat dengan istriku, maslah pengangguranku yang katanya sudah tak dapat lagi di toleransi, memang tak dapat ku pungkiri selama ini istriku lah yang menjadi tulang punggung keluarga kecilku.
“kamu dimana dafa” salwa menelfon ku
“di tempat pertama dan terakhir kali kita bertemu” ucapku secuek mungkin
Sebenarnya aku begitu malas menemui salwa, tapi apa salahnya setelah ku pikir pikir. Tak lama kemuadian seorang perempuan yang  tak ku kenali turun dari mobilnya yang ku keluaran terbaru
“dafa kan?” ucapnya lembut
“salwa?” aku benar benar tak menyangka perempuan di depanku adalah salwa
Salwa tersenyum ke arahku
“apa kabar mu dafa?” kembali salwa tersenyum
“ya beginilah”ucapku hambar
“kamu terlihat semakin matang dan kaya saja sal” dafa menyambung ucapannya
Salwa hanya tersenyum
“kerja dimana sekarang fa?”
“aku masih belum menemukan pekerjaan yang tepat sal” ucapku berbohong
            “kamu tau dafa?  yang aku dapatkan sekarang semua ini adalah karena kamu juga” salwa menatap ke laut
            “perpisahan dengan mu dulu memberikan luka mendalam bagiku, dan secara iseng iseng ku tuliskan lukaku ke dalam puisi dan novel, dan ternyata itu laku keras di pasaran” salwa berucap atar, sementara dafa hanya terdiam
“jika dulu kau tak membuatku patah hati tentu saja semua itu tak akan terjadi, dan karena itu juga aku mendapatkan  beasiswa melanjutkan pendidikan di luar negri, disana juga ku temukan ayah dari anakku”
Dalam hati aku sangat menyesal kenapa harus meninggalkan salwa, kurang apalagi dia? Selama ini dia satu atunya perempuan yang gigih menerapkan agama dalam hidupku, ketika orang tua ku telah berputus asa, salwa yang rajin membangunkan ku untuk sholat subuh, kenapa harus ku lukai hatinya dulu? Apakah mata hatiku telah di butakan dengan keindahan dunia hingga ku lupakan betapa berharganya salwa, pernikahanku dengan istri yang sekarangpun adalah karena terpaksa, setelah perbuatan terlarang itu kami lakukan
Kenapa salwa tidak marah padaku kala itu? Di lampiaskan emosinya dengan santun tampa melukai aku yang telah menyakitinya,
“ma’afin aku sal” ucapku hampir saja tak terdengar
“aku harusnya berterima kasih pada mu dafa” salwa tersenyum ke arahku, senyuman yang baru ku sadari teramat tulus dan manis. Sekarang dia tak lagi segempal dulu, bahkan bisa di kataka salwa tinggi menjulang. Sangat kontras dengan istriku sekarang yang dulunya bertubuh sangat seksi dan cantik, namun setelah pernikahan kami wajah putihnya yang di lumuri bedak tebal tiak lagi indah di mataku
“bunda . . “ seoarang anak laki laki berumur tiga tahun, turun dari mobil milik salwa
“ iya sayang, kamu sudah bangun?” salwa menyambut anak itu dalam pelukannya
“kenalin, ini om dafa, teman mama” salwa memperkenalkan anaknya padaku
“nama ku thariq, senang beretmu om dafa” thariqq tak malu malu menyalamiku
Andai saja waktu dapat ku putar, tak kan ku lepaskan salwa, tapi begitulah mataku yang selalu saja silau dengan kecantikan dan harta, hingga buta dengan kilau permata.

0 komentar:

Posting Komentar