Ternyata
lima tahun itu bukanlah waktu yang lama, tak banayak yang berubah dari pantai
ini, masih saja seperti dulu, bahkan pondok pondoknya tak ada yang berbeda,
lima tahun? Sesebentar itu kah?
Sebenarnya aku sudah enggan berkujnjung ke pantai karena ombak akan
membawa kisah itu kembali padaku, kisah yang menimbulkan penyesalan padaku.
Penyesalan kenapa harus mengenal dia, dia yang sudah tak lagi ingin ku
kenal karena tidak sesuai dengan keinginanku.
Menyebut namanya pun aku sudah enggan, setelah kejadian itu ku panggil dia
dengan sebutan perempuan gunung, karena itu sudah cukup bisa membawa imajinasi
ku membayangkan sosoknya, sosok yang tak begitu enak di pandang mata.
Masih
lekat di benak ku kala itu, ketika perempuan gunung ingin mengunjungi pantai
yang tak jauh dari tempat tinggalku, tentu saja semua itu ku sambut dengan hati
berbunga, karena setelah enam bulan menjalin hubungan special dengannya belum
sekalipun kami kopdar alias kopi darat, dunia maya lah yang menjodohkan kami.
Wajah cantik di foto profilnya kala itu begitu membiusku, tambah lagi otak
encernya yang di mataku mempunyai nilai plus tersendiri, jam 11, aku masih
belum bangun karena semalam aku begadang sampai pagi, komunitas balap ku sedang
merayakan ulang tahun, jadi sedikit ada pesta dan minum minumnya. Papaku yang
berada di ruang keluarga membangunkanku mungkin papa terganggu dengan ringtone selulerku, ternyata
salwa yang berusaha menelpon, segera aku bangkit dari tidur dan bersiap siap.
Aku baru ingat kalau hari ini salwa akan kesini.
Tak
perlu banyak waktu untuk bersiap siap, segera ku luncurkan mobil ku ke arah
laut,
“dimana
sayang?” ucapku tergesa
“aku
di bibir pantai, kamu dimana? Jangan lama lama ya” suara salwa membuatku
meningkatkan kecepatan mobilku.
Tak
lama ku cari cari perempuan dengan jilbab dan baju berwarna ungu, tak ku
temukan, sampai seseorang mendekatiku
“dafa
ya? Ucap perempuan itu dengan senyumannya
“salwa?
Aku menyakinkan
“iya
ini salwa sayang” ucapnya dengan senyuman yang tak indah untuk ku lihat, sekuat
tenaga ku berusaha untuk bersikap wajar padanya. Ku buka kan pintu mobilku
untuknya, bertambah saja jengkelku karena salwa masuk ke mobilku dengan sangat
canggung, aku mengumpat dalam hati.
Di
perjalanan kami lebih banyak diam, aku mengutuk dalam hati, salwa tak seperti
yang ku bayangkan, bagaimana di mobilku ada seorang perempuan bertumbuh gempal
dan pendek dan itu adalah pacarku. Aku menyesali semua ini. Mulai ku putar akal
untuk segera meninggalkan salwa tampa harus melukainya, dalam kedaan kalut,
handphone seluler ku berbunyi, dan telfon dari kakak ku yang menyuruh untuk
segera pulang
“yank,
ma’af ya, sebentar ini kakak ku telfon dan menyuruhku kembali ke rumah” aku
bicara sepelan mungkin
Lama
salwa tak menjawabku, dia hanya terdiam
“kalau
gitu sebelum kamu pulang, antar aku ke pantai lagi” ucap salwa bergetar, aku
tau ada kecewa di dalam getar suaranya
“Ma’afin
aku ya yank” ucapku tampa rasa bersalah sedikitpun.
************************//**********************
Aku
benci dafa, aku telah jauh jauh datang menemuinya tapi dia benar benar tak
menghargai sedikitpun usahaku, telah ku lakukan hal hal sempurna, masih ku
ingta tatapan mata kecewa di matanya, mungkin aku bukan seperti yang di
harapkannya, aku sadar itu, dafa adalah laki laki yang hidup bebas di kota,
sedangkan aku bertempat tinggal di gunung, dafa bergaul dengan orang orang yang
berkelas, sedankan aku? Aku hanya gadis yang tak menarik, berpostur pendek dan
gempal. Haruskah ku putuskan saja dafa, tapi aku terlanjur sayang padanya.
Salwa akgir nya terlelap dengan air mata mengenangi pipinya.
Semenjak saat itu hubungan dafa dan salwa
menjadi semakin renggang, tak ada lagi telfon di pagi hari, pesan pesan
singkatpun tak ada, sampai suatu hari ketika, salwa sedang di sibukkan di
organisasinya, si tosca merengek di kantongnya, tertera nama dafa sebagai
sender pesan tersebut, salwa tersenyum teringat kerinduan itu akan segera
terobati, segera di bukanya
sal, ada
seseorang yang menyukaiku, bagaimana ini?
Salwa
yang sudah terlanjur berbunga kembali tertutupi awan mendung
Terserah kamu aja
yank, apa kamu juga suka padanya?
Salwa
berusaha menahan emosinya, bukan kah sekarang dia sedang memimpin rapat
organisasi di kampusnya
Gimana
ya? Dia baik banget sama aku .
Pernyataan
dafa benar benar menyayat hati salwa, sebenarnya salwa sudah memprediksi semua
akan berakhir secepat mungkin, karena dafa tak menyukainya.
Kamu
terima aja kalau gitu
“rapat
kita cukupkan, besok akan kita lanjutkan” salwa segera menutup rapat, tak
mungkin baginya untuk mengambil keputusan ketika tengah galau seperti ini.
Aku
ngak mau duain kamu sal
Kalau
gitu, kita putus aja
Dengan
pandangan kabur di tutupi air mata, salwa menekan tombol ok
Ma’afin
aku sal
Cuma
kata itu yang menjadi kata terakhir untuk kisah panjang mereka
**********************88****************
Perpisahan
mereka merupakan luka yang mendalam bagi salwa, namun ini merupan luka yang
harus di syukurinya, karena berbekal luka itu, salwa yang piawai meragkai kata,
meramu semua perasaan dan air matanya dalam puisi puisi dan sebuah novel. Tak
perlu waktu yang lama, kumpulan puisi dan novelnya terbit dan meledak di
pasaran. Begitulah salwa, lukanya merupakan sumber rezki baginya. Selama ini
salwa sudah tak lagi tau bagaimana dengan dafa, setelah mereka putus, salwa
memutuskan hubungan dengan dafa, di dunia maya juga di dunia nyata. Dan itu
adalah lima tahun yang lalu.
*********************************88*************
Sebenarnya
aku begitu segan memenuhi permintaan salwa, setelah lima tahun kenapa dia ingin
bertemu lagi denganku. Tadi pagi aku bertengkar hebat dengan istriku, maslah
pengangguranku yang katanya sudah tak dapat lagi di toleransi, memang tak dapat
ku pungkiri selama ini istriku lah yang menjadi tulang punggung keluarga
kecilku.
“kamu
dimana dafa” salwa menelfon ku
“di
tempat pertama dan terakhir kali kita bertemu” ucapku secuek mungkin
Sebenarnya
aku begitu malas menemui salwa, tapi apa salahnya setelah ku pikir pikir. Tak
lama kemuadian seorang perempuan yang
tak ku kenali turun dari mobilnya yang ku keluaran terbaru
“dafa
kan?” ucapnya lembut
“salwa?”
aku benar benar tak menyangka perempuan di depanku adalah salwa
Salwa
tersenyum ke arahku
“apa
kabar mu dafa?” kembali salwa tersenyum
“ya
beginilah”ucapku hambar
“kamu
terlihat semakin matang dan kaya saja sal” dafa menyambung ucapannya
Salwa
hanya tersenyum
“kerja
dimana sekarang fa?”
“aku
masih belum menemukan pekerjaan yang tepat sal” ucapku berbohong
“kamu tau dafa?
yang aku dapatkan sekarang semua ini adalah karena kamu juga” salwa
menatap ke laut
“perpisahan dengan mu dulu memberikan luka mendalam
bagiku, dan secara iseng iseng ku tuliskan lukaku ke dalam puisi dan novel, dan
ternyata itu laku keras di pasaran” salwa berucap atar, sementara dafa hanya
terdiam
“jika
dulu kau tak membuatku patah hati tentu saja semua itu tak akan terjadi, dan
karena itu juga aku mendapatkan beasiswa
melanjutkan pendidikan di luar negri, disana juga ku temukan ayah dari anakku”
Dalam
hati aku sangat menyesal kenapa harus meninggalkan salwa, kurang apalagi dia?
Selama ini dia satu atunya perempuan yang gigih menerapkan agama dalam hidupku,
ketika orang tua ku telah berputus asa, salwa yang rajin membangunkan ku untuk
sholat subuh, kenapa harus ku lukai hatinya dulu? Apakah mata hatiku telah di
butakan dengan keindahan dunia hingga ku lupakan betapa berharganya salwa,
pernikahanku dengan istri yang sekarangpun adalah karena terpaksa, setelah
perbuatan terlarang itu kami lakukan
Kenapa
salwa tidak marah padaku kala itu? Di lampiaskan emosinya dengan santun tampa
melukai aku yang telah menyakitinya,
“ma’afin
aku sal” ucapku hampir saja tak terdengar
“aku
harusnya berterima kasih pada mu dafa” salwa tersenyum ke arahku, senyuman yang
baru ku sadari teramat tulus dan manis. Sekarang dia tak lagi segempal dulu,
bahkan bisa di kataka salwa tinggi menjulang. Sangat kontras dengan istriku
sekarang yang dulunya bertubuh sangat seksi dan cantik, namun setelah
pernikahan kami wajah putihnya yang di lumuri bedak tebal tiak lagi indah di
mataku
“bunda
. . “ seoarang anak laki laki berumur tiga tahun, turun dari mobil milik salwa
“
iya sayang, kamu sudah bangun?” salwa menyambut anak itu dalam pelukannya
“kenalin,
ini om dafa, teman mama” salwa memperkenalkan anaknya padaku
“nama
ku thariq, senang beretmu om dafa” thariqq tak malu malu menyalamiku
Andai
saja waktu dapat ku putar, tak kan ku lepaskan salwa, tapi begitulah mataku
yang selalu saja silau dengan kecantikan dan harta, hingga buta dengan kilau
permata.